1. UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Naskah Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Sejarah
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPK membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Periode berlakunya UUD 1945 18 agustus 1945- 27 desember 1949
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 desember 1949 - 17 agustus 1950
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.
Periode UUDS ' 50 17 agustus 1950 - 5 juli 1959
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.
Periode kembalinya ke UUD 1945 5 juli 1959-1966
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
Periode UUD 1945 masa orde baru 11 maret 1966- 21 mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
• Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
• Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Periode 21 mei 1998- 19 oktober 1999
Pada masa ini dikenal masa transisi.
Periode UUD 1945 Amandemen
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
• Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 →Perubahan Pertama UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 →Perubahan Ketiga UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2002,tanggal 1-11 Agustus 2002→Perubahan Keempat UUD 1945
2. Undang-Undang dan perpu
Undang-Undang (atau disingkat UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Materi muatan Undang-Undang adalah:
• Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.
• Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
Mekanisme Pembentukan Undang-undang
Persiapan
Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat diajukan oleh DPR atau Presiden.
a. RUU yang diajukan oleh Presiden
RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan LPND sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. RUU ini kemudian diajukan dengan surat Presiden kepada DPR, dengan ditegaskan menteri yang ditugaskan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di DPR. DPR kemudian mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden ditterima.
b. RUU yang diajukan oleh DPR
RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden kemudian menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu 60 hari sejak surat Pimpinan DPR diterima.
c. Peran DPD dalam Persiapan Pembentukan Undang-Undang
DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR mengenai hal yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pembahasan
Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi, melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna. DPD diikutsertakan dalam Pembahasan RUU yang sesuai dengan kewenangannya pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Pengesahan
Apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU tersebut tidak boleh diajukanlagi dalam persidangan masa itu. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui oleh DPR dan Presiden. Jika dalam waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama tidak ditandatangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
Esensi Pembentukan Perpu
Dasar hukum pembuatan peraturan ini adalah Pasal 22 UUD 1945 dimana pada ayat (1) berbunyi, “ Dalam hal ihwan kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang “. Untuk mengeluarkan peraturan tersebut tidak perlu prosedur yang rumit seperti pada pembuatan undang-undang. Isi peraturan tersebut murni dari Presiden sendiri. Namun, untuk dapat diberlakukan tetap harus mendapat persetujuan dari DPR terlebih dahulu.
Mekanisme pembuatannya antara lain harus mencakup dua hal yaitu :
1.Pertimbangan Presiden dalam mengeluarkan Perpu.
2.Pandangan DPR terhadap rancangan Perpu yang disampaikan oleh Presiden.
Usul rancangan Perpu itu disampaikan dalam suatu sidang di DPR. Apabila ternyata rancangan tersebut tidak disetujui oleh DPR maka rancangan itu harus dicabut dan tidak dapat diajukan kembali pada persidangan berikutnya. Namun, jika ternyata disetujui oleh DPR maka Perpu langsung berlaku meski belum diundangkan. Pandangan DPR terhadap rancangan Perpu yang diusulkan Presiden itu tentu tidak lepas dari pengaruh faktor politik. Mengenai prosedur pembuatan Perpu telas diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata cara pembuatan peraturan perundang-undangan
3. Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.didalam UU No.10 Tahun 2004 tentang teknik pembuatan undang-undang, bahwa Peraturan Pemrintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menururt hirarkinya tidak boleh tumpangtindih atau bertolak belakang
Peraturan Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.
4. Peraturan Presiden
Peraturan Presiden (disingkat Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
Perpres merupakan jenis Peraturan Perundang-undangan yang baru di Indonesia, yakni sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
5. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Daerah terdiri atas:
• Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
• Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi.
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Peraturan Daerah dikenal dengan istilah Qanun. Sementara di Provinsi Papua, dikenal istilah Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi.
Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau walikota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah.
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.
Monday, March 16, 2009
Saturday, March 14, 2009
Teori Pers
1.Teori Pers Otoritarian
Secara historis, teori otoritarian merupakan teori pers yang di anggap paling tua dan hampir di pakai di semua negara di masanya. Teori pers ini muncul di zaman Renaissance, sekitar abad 16 dan 17, di Inggris. Teori ini berasal dari filsafat kekuasaan monarkhi absolute. Tujuan utama teori ini mendukung dan memajukan kebijakan pemerintah yang berkuasa dan mengabdi kepada negara. Dalam ngara yang bersifat otoriter, kewenangan menyampaikan sesuatu bersifat top down, yaitu hanya negara yang berhak bersuara, dan pers hanya menjadi salah satu sarana informasi penguasa pada public. Orang atau pers yang memiliki media massa harus mendapat izin dari pemerintah dan harus “corong” pada pemerintah, yang berarti dilarang mengkritik pemerintahan. Jika melanggar, izinnya akan dicabut.
Beberapa ciri teori otoritarian adalah sebagai berikut.
a.Media tidak melakukan hal-hal diluar kewenangannya.
b.Media harus tunduk pada pemerintah
c.Media sebaiknya menghindari hal-hal yang menentang tata nilai moral dan politik
d.Penyensoran untuk menjaga beberapa prinsip.
e.Kecaman yang tidak diterima penguasa, penyimpangan kebijakan resmi atau kegiatan pers yang menentang kode etik adalah pidana.
f.Pelaku media tidak punya kebebasan di organisasi medianya.
2.Teori Pers Libertarian
Menurut Siebert, teori Libertarian tumbuh sekitar akhir abad 17, hadir se-abad kemudian, dan berkembang pada abad 19. Teori ini muncul di Inggris dan berkembang pula di Amerika. Menurut filsafat yang dianut, manusia adalah makhluk berakal yang mampu membedakan benar dan salah, bisa memilih alternatif baik dan buruk. Maka, mencari kebenaran adalah salah satu hak azasi manusia. Tujuan utamanya adalah memberi informasi, menghibur dan “berjualan”, dengan mengutamakan suatu tujuan untuk menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintahan. Dengan teori ini, semua orang (baik perorangan atau kelompok) yang memiliki kemampuan berhak memiliki media. Media melakukan control sendiri, dengan pelarangan pada hal yang berbau penghinaan, kecabulan, kerendahan moral dan pengkhianatan masa perang.
Enam tugas pers (Peterson) adalah sebagai berikut.
a.Menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan berbagai masalah masyarakat dalam sistem politik.
b.Memberi penerangan pada masyarakat sehingga dapat mengatur dirinya sendiri.
c.Menjaga hak-hak perorangan dengan melakukan pengawasan pada pemerintahan
d.Mempertemukan pembeli dengan penjual (barang atau jasa) melalui periklanan alam sisyem ekonomi.
e.Menyediakan hiburan
f.Mengusahakan biaya sendiri sehingga bebas dari tekanan berbagai pihak.
3.Teori Pers Social Responsibility
Pergantian teori Social Responsibility pada abad 20, memiliki asumsi utama; dalam kebebasan terkandung tanggung jawab yang seimbang dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Fungsi pers pada teori ini hampir sama dengan teori libertarian, hanya saja ada pembaharuan pada beberapa poin. Dengan teori ini, pengawasan dilakukan melalui pendapat masyarakat, tindakan konsumen dan etika kaum professional.
Ringkasan beberapa faktor (Santana,2005), berdasarkan teori tersebut.
a.Media meringkas dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakatnya.
b.Penetapan bentuk kewajiban berdasar standar profesi tentang informasi, kebenaran, ketepatan, objektivitas, dan keseimbangan.
c.Pelaksanaan kewajiban berdasarkan kerangka hokum dan kelembagaan yang ada.
d.Penegasan pers untuk menghindari kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan etik dan agama dari kalangan minoritas.
e.Pers harus bersifat pluralis, sesuai perbedaan masyarakat, melalui kesamaan peluang untuk mengungkapkan sudut pandang dan hak jawab pada tiap warga atau kelompok di masyarakat.
f.Public mengharapkan kerja dan produk pers dibatasi ukuran standar profesi sehingga kegiatan intervensi seperti itu dibenarkan demi kepentingan umum.
g.Profesionalisme wartawan dan media bertanggung jawab pada masyarakat,”majikan”,dan pasar.
4.Teori Pers Soviet Komunis
Dalam sistem negara Soviet, hanya ada satu teori, yaitu komunis. Media Soviet telah tumbuh untuk mencerminkan ideologi resmi Soviet, Negara Soviet dan “kepribadian ideal” Soviet. Tanggung jawab utama pengawasan pers Soviet ada di tangan partai. Pemerintah Soviet memiliki bagian penyensoran yang dinamakan Glavit. Penempatan redaksi media massa dilakukan departemen propaganda dan agitasi dengan pertimbangan utama secara politis dapat dipercaya dan hamper semuanya anggota partai. Melalui departemen itu, partai menentukan bahan apa yang harus dimuat dan bagaimana memuatnya. Partai juga meneliti dan mengkritik pers dengan tanggung jawab yang dilaksanakan secara sangat serius. Isi surat kabar Soviet tidak ada iklannya. Beritanya berupa interpretasi atas proses-proses sosial. Bahan berita media massa Soviet adalah proses yang dinamakan pembangunan sosialis, berupa usaha umum untuk membangun masyarakat soviet. Sebagian besar isi surat kabar itu bukan berita, hanya materi “pelayanan” terhadap partai. Hal itu juga berlaku pada televisi dan radio.
Karena keunikan teori pers komunis, Santana (2005) menyimpulkan seperti berikut ini.
a.Pers melayani kepentingan dari (dan dikendalikan) kelas pekerja.
b.Pers tidak boleh dimiliki secara “pribadi”.
c.Pers melakukan fungsi positif bagi negara melalui sosialisasi norma yang dibuatkan kebijakannya, pendidikan, informasi, motivasi, dan mobilisasi”.
d.Pers harus tanggap pada keinginan dan kebutuhan publik kelas pekerja.
e.Masyarakat berhak menyensor dan menindak secara hukum untuk mencegah dan memberi hukuman bila melakukan publikasi anti-masyarakat.
f.Pers harus menyajikan pandangan yang lengkap dan objektif tentang masyarakat dan dunia di atas prinsip Marxisme-Leninisme.
g.Orientasi wartawan mesti tertuju untuk “kepentingan terbaik masyarakat “kelas pekerja”.
h.Media menduung gerakan progresif (partai) “ke dalam dan ke luar” negeri.
dari sebuah sumber
Secara historis, teori otoritarian merupakan teori pers yang di anggap paling tua dan hampir di pakai di semua negara di masanya. Teori pers ini muncul di zaman Renaissance, sekitar abad 16 dan 17, di Inggris. Teori ini berasal dari filsafat kekuasaan monarkhi absolute. Tujuan utama teori ini mendukung dan memajukan kebijakan pemerintah yang berkuasa dan mengabdi kepada negara. Dalam ngara yang bersifat otoriter, kewenangan menyampaikan sesuatu bersifat top down, yaitu hanya negara yang berhak bersuara, dan pers hanya menjadi salah satu sarana informasi penguasa pada public. Orang atau pers yang memiliki media massa harus mendapat izin dari pemerintah dan harus “corong” pada pemerintah, yang berarti dilarang mengkritik pemerintahan. Jika melanggar, izinnya akan dicabut.
Beberapa ciri teori otoritarian adalah sebagai berikut.
a.Media tidak melakukan hal-hal diluar kewenangannya.
b.Media harus tunduk pada pemerintah
c.Media sebaiknya menghindari hal-hal yang menentang tata nilai moral dan politik
d.Penyensoran untuk menjaga beberapa prinsip.
e.Kecaman yang tidak diterima penguasa, penyimpangan kebijakan resmi atau kegiatan pers yang menentang kode etik adalah pidana.
f.Pelaku media tidak punya kebebasan di organisasi medianya.
2.Teori Pers Libertarian
Menurut Siebert, teori Libertarian tumbuh sekitar akhir abad 17, hadir se-abad kemudian, dan berkembang pada abad 19. Teori ini muncul di Inggris dan berkembang pula di Amerika. Menurut filsafat yang dianut, manusia adalah makhluk berakal yang mampu membedakan benar dan salah, bisa memilih alternatif baik dan buruk. Maka, mencari kebenaran adalah salah satu hak azasi manusia. Tujuan utamanya adalah memberi informasi, menghibur dan “berjualan”, dengan mengutamakan suatu tujuan untuk menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintahan. Dengan teori ini, semua orang (baik perorangan atau kelompok) yang memiliki kemampuan berhak memiliki media. Media melakukan control sendiri, dengan pelarangan pada hal yang berbau penghinaan, kecabulan, kerendahan moral dan pengkhianatan masa perang.
Enam tugas pers (Peterson) adalah sebagai berikut.
a.Menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan berbagai masalah masyarakat dalam sistem politik.
b.Memberi penerangan pada masyarakat sehingga dapat mengatur dirinya sendiri.
c.Menjaga hak-hak perorangan dengan melakukan pengawasan pada pemerintahan
d.Mempertemukan pembeli dengan penjual (barang atau jasa) melalui periklanan alam sisyem ekonomi.
e.Menyediakan hiburan
f.Mengusahakan biaya sendiri sehingga bebas dari tekanan berbagai pihak.
3.Teori Pers Social Responsibility
Pergantian teori Social Responsibility pada abad 20, memiliki asumsi utama; dalam kebebasan terkandung tanggung jawab yang seimbang dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Fungsi pers pada teori ini hampir sama dengan teori libertarian, hanya saja ada pembaharuan pada beberapa poin. Dengan teori ini, pengawasan dilakukan melalui pendapat masyarakat, tindakan konsumen dan etika kaum professional.
Ringkasan beberapa faktor (Santana,2005), berdasarkan teori tersebut.
a.Media meringkas dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakatnya.
b.Penetapan bentuk kewajiban berdasar standar profesi tentang informasi, kebenaran, ketepatan, objektivitas, dan keseimbangan.
c.Pelaksanaan kewajiban berdasarkan kerangka hokum dan kelembagaan yang ada.
d.Penegasan pers untuk menghindari kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan etik dan agama dari kalangan minoritas.
e.Pers harus bersifat pluralis, sesuai perbedaan masyarakat, melalui kesamaan peluang untuk mengungkapkan sudut pandang dan hak jawab pada tiap warga atau kelompok di masyarakat.
f.Public mengharapkan kerja dan produk pers dibatasi ukuran standar profesi sehingga kegiatan intervensi seperti itu dibenarkan demi kepentingan umum.
g.Profesionalisme wartawan dan media bertanggung jawab pada masyarakat,”majikan”,dan pasar.
4.Teori Pers Soviet Komunis
Dalam sistem negara Soviet, hanya ada satu teori, yaitu komunis. Media Soviet telah tumbuh untuk mencerminkan ideologi resmi Soviet, Negara Soviet dan “kepribadian ideal” Soviet. Tanggung jawab utama pengawasan pers Soviet ada di tangan partai. Pemerintah Soviet memiliki bagian penyensoran yang dinamakan Glavit. Penempatan redaksi media massa dilakukan departemen propaganda dan agitasi dengan pertimbangan utama secara politis dapat dipercaya dan hamper semuanya anggota partai. Melalui departemen itu, partai menentukan bahan apa yang harus dimuat dan bagaimana memuatnya. Partai juga meneliti dan mengkritik pers dengan tanggung jawab yang dilaksanakan secara sangat serius. Isi surat kabar Soviet tidak ada iklannya. Beritanya berupa interpretasi atas proses-proses sosial. Bahan berita media massa Soviet adalah proses yang dinamakan pembangunan sosialis, berupa usaha umum untuk membangun masyarakat soviet. Sebagian besar isi surat kabar itu bukan berita, hanya materi “pelayanan” terhadap partai. Hal itu juga berlaku pada televisi dan radio.
Karena keunikan teori pers komunis, Santana (2005) menyimpulkan seperti berikut ini.
a.Pers melayani kepentingan dari (dan dikendalikan) kelas pekerja.
b.Pers tidak boleh dimiliki secara “pribadi”.
c.Pers melakukan fungsi positif bagi negara melalui sosialisasi norma yang dibuatkan kebijakannya, pendidikan, informasi, motivasi, dan mobilisasi”.
d.Pers harus tanggap pada keinginan dan kebutuhan publik kelas pekerja.
e.Masyarakat berhak menyensor dan menindak secara hukum untuk mencegah dan memberi hukuman bila melakukan publikasi anti-masyarakat.
f.Pers harus menyajikan pandangan yang lengkap dan objektif tentang masyarakat dan dunia di atas prinsip Marxisme-Leninisme.
g.Orientasi wartawan mesti tertuju untuk “kepentingan terbaik masyarakat “kelas pekerja”.
h.Media menduung gerakan progresif (partai) “ke dalam dan ke luar” negeri.
dari sebuah sumber
Wednesday, March 11, 2009
Sejarah PR di Indonesia
1) Periode 1 (Pra-kemerdekaan)
Dalam pandangan Noeradi (2005: 35), sejarah PR di Indonesia mulai dikenalkan oleh para pendiri republik ini. Ketika merumuskan konstitusi, ada banyak jurnalis atau wartawan yang menunggu kelanjutan peritiwa setelah proklamasi kemerdekaan sehari sebelumnya. Akhirnya pertemuan itu ditunda untuk memilih presiden dan wakil presiden pertama Indonesia dan diumumkan kepada para jurnalis yang ada. Itu adalah fase media relations yang penting. Ketika perang kemerdekaan, Soedarpo Sastorsatomo adalah seseorang yang mengelola media relations sebagai Menteri Penerangan. Ia mengelola media relations di dalam negeri hingga mendukung dipomasi di PBB, termasuk untuk mengemas citra Indonesia di luar negeri. RRI juga disebut sebagai bagian dari aktivitas PR ketika mengeluarkan program siaran luar negeri, yang kini pemancarnya ada di kawasan Cimanggis, Depok,Jawa Barat. Ada pula upaya untuk membantu India dalam mengatasi kelaparan dalam Program Rice for India, sekalipun Indonesia belum memiliki surplus beras.
2) Periode 2 ( 1950-an)
Di tahun 1950-an, setelah kedaulatan Indonesia diakui oleh Kerajaan Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, Indonesia baru mengenal konsep Public relation (PR). Di tahun-tahun ini, Indonesia baru memindahkan pusat ibu kota dari Yogyakarta ke Jakarta dan adanya pembenahan di bidang eksekutif, legislative dan yudikatif. Pemerintah menganggap penting akan adanya badan atau lembaga yang menjadi pedoman dalam mengetahui“ Who we are, and what should we do,first? “. Oleh sebab itu, dibentuklah Departemen Penerangan. Namun pada kenyataannya, departemen tersebut hanya menangani hal-hal tertetu seperti kegiatan politik dan kebijaksanaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, jadi tidak menyeluruh. Beberapa tokoh yang muncul yaitu, S. Maimoen, R Imam Sajono dan Soedarso yang di tahun 1950-an mulai dikenal sebagai PR Officer. Latar belakang mereka dari kalangan jurnalistik.
Tahun 1954, Garuda Indonesian Airways mulai mengembangkan unit PR. Di tahun 1955, Mabes Polri menjadi institusi pemerintah pertama yang memiliki unit PR. Kemudian diikuti oleh RRI. Sekalipun demikian, beberapa angkatan bersenjata juga memiliki unit informasi yang dibawa kontrol presiden waktu itu. Di tahun 60-an, istilah ”purel”(PR) makin populer digunakan.
Di tahun 1962, karena adanya alasan mengenai perkembangan fungsi departemen sebelumnya yang tidak menyeluruh, Presidium Kabinet PM Juanda, menginstruksikan agar setiap instansi pemerintah harus membentuk bagian atau divisi Humas (PR).
PR berkembang dan banyak disebut dengan nama Humas yang merupakan arti dari kata Public Relation. Jadi banyak ditemui sebutan “ Direktorat Hubungan Masyarakat” ,“Biro Hubungan Masyarakat” atau “ Bagian Hubungan Masyarakat “.
Kemudian yang terjadi di Indonesia adalah lupa akan aspek secara hakiki dari PR itu sendiri. Seperti, Pertama, Sasaran PR adalah public intern (internal publik ) dan public ekstern (Eksternal Publik). Internal Publik adalah orang-orang yang berbeda atau tercakup organisasi, seluruh pegawai mulai dari staff hingga jendral manager. Eksternal Publik ialah orang-orang yang berada di luar organisasi yang ada hubungannya dan yang diharapkan ada hubungannya. Seperti Kantor Penyiaran, PR harus menjalin hubungan dengan pemerintah, asosiasi penyiaran Indonesia, sebagai organisasi yang berhubungan, selain itu dengan berbagai macam perusahaan, biro iklan, LSM, dan masyarakat luas, sebagai calon pembuatan relasi kerja sama.
Kedua, kegiatan PR adalah komunikasi dua arah( reciprocal two ways traffic communications ). Artinya, dalam penyampaian informasi PR diharapkan untuk menghasilkan umpan balik, sehingga nantinya dapat menjadi bahan evaluasi perusahaan agar lebih baik.
Ternyata, orientasi PR Indonesia belum seutuhnya dapat dikatakan sebagai “ PR Sejati “. Sebab berbeda dengan konsep yang diterapkan oleh bapak PR, Ivy L.Lee, yakni mempunyai kedudukan dalam posisi pemimpin dan diberi kebebasan untuk berprakarsa dalam meyiapkan informasi secara bebas serta terbuka.
Maka tidak heran, di periode pertama tersebut, PR di Indonesia secara struktural belum banyak yang ditempatkan dalam top management. Ironis memang, dalam kenyataannya pemimpin perusahaan sering meminta kepala humas untuk mendampingi ketika menghadapi publik eksternal. Selain itu kegiatan masih banyak bersifat penerangan satu arah ke publik eksternal semata-mata.
Di tahun 1964, Universitas Padjajaran menjadi universitas pertama yang membuka Fakultas Public Relations. Ibu Oemi Abdulrachman yang menjadi dekannya. Setelah itu, banyak berkembang pendidikan PR dalam bentuk program studi hingga pendidikan di tingkat diploma. Namun, perkembangan PR di Indonesia semakin maju, sehingga kini dapat dikatakan sebagai “PR Sejati”. Hal ini, dikarenakan perkembangan teknologi yang sangat pesat, sehingga membawa perubahan zaman.
3) Periode 3 (1967-1971)
Di masa ini, terbentuklah Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas). Tata kerja badan ini antara lain ikut serta dalam berbagai kegiatan pemerintah dan pembangunan, khususnya di bidang penerangan dan kehumasan, serta melakukan pembinaan dan pengembangan profesi kehumasan. Sejak tahun 1970, sekitar 20 tahun national Development Information Office mendukung pengelolalaan PR pemerintah RI untuk dunia internasional.
4) Periode 4 (1972 dan 1987)
munculnya PR kalangan profesional pada lembaga swasta umum, yakni didirikannya Perhumas ( Public Relations Associations of Indonesia ) pada tanggal 15 Desember 1972. Konvensi Humas di Bandung tahun 1993, telah menetapkan Kode Etik Kehumasan Indonesia ( KEKI ). Ketika itu, beberapa PRO perusahaan minyak dan konsultan serta akademisi termasuk Menteri Dalam Negeri menjadi anggota pendiri.Perhumas tercatat sebagai anggota International Public Relations Associations (IPRA) dan Forum Asean Public Relations Organizations ( FAPRO ). Adalah PT Inscore Zecha yang dipimpin M. Alwi Dahlan tercatat sebagai konsultan PR pertama yang berdiri di Indonesia tahun 1972. Kebanyakan mereka mengelola kepentingan publisitas dalam bentuk iklan.
Di tahun 1974 posisi unit PR dalam organisasi pemerintah sudah mulai dipegang pejabat eselon III. Beberapa tahun kemudian meningkat menjadi eselon II. Karena itulah di tahun 1974 ada Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) yang diketuai Direktur Humas Pembangunan Menteri Penerangan ( menurut Sejarah Departemen Penerangan).
Dalam pertemuan di Kuala Lumpur, 26 Oktober 1977, Perhumas bersama asosiasi humas di negara-negara ASEAN bergabung dalam Federasi Organisasi PR ASEAN dan menggelar Kongres PR Asean pertama di tahun 1978 di Manila.
Pada tanggal 10 April 1987 di Jakarta dibentuk suatu wadah profesi PR lainnya yang disebut Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia ( APPRI ), yang bergerak dalam konsultan jasa kehumasan.
5) Periode 5 (1995 – sekarang)
tahun 1995 hingga sekarang, perkembangan PR sangat pesat. Ternyata perkembangan PR tumbuh dikalangan swasta bidang professional khusus (spesialisasi) Humas bidang idustri pelayanan jasa. Ditandai terbentuknya Himpunan Humas Hotel Berbintang (H-3) pada tanggal 27 November 1995. Berdirinya Forum Humas Perbankan (Forkamas) pada tanggal 13 September 1996.
Sehingga kini, dapat sinkron dengan rumusan Fungsi PR dari Departemen Penerangan R.I, yaitu :
•Melaksanakan Hubungan ke dalam, yaitu pemberian pengertian tentang segala hal mengenai Departemen Penerangan terhadap “Internal Public” yaitu para karyawan.
•Melakukan hubungan ke luar, yaitu pemberian informasi tentang segala hal mengenai Departemen Penerangan terhadap “External Public” yaitu masyarakat pada umumnya.
•Melakukan pembinaan serta bimbingan untuk mengembangkan Kehumasan sebagai medium penerangan.
•Meyelenggarakan Koordinasi Integrasi dan Sinkronisasi serta kerjasama kegiatan Hubungan Masyarakat untuk penyempurnaan pelayanan penerangan terhadap umum.
Adapun perkembangan PR secara menyeluruh yaitu :
oPerubahan mental, kualitas, pola pikir, pola pandang, sikap dan pola perilaku secara nasioal/internasional
o Membangun kerjasama secara lokal, nasional, internasional
oSaling belajar di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, Iptek, sesuai dengan kebutuhan era global/informasi .
Dalam pandangan Noeradi (2005: 35), sejarah PR di Indonesia mulai dikenalkan oleh para pendiri republik ini. Ketika merumuskan konstitusi, ada banyak jurnalis atau wartawan yang menunggu kelanjutan peritiwa setelah proklamasi kemerdekaan sehari sebelumnya. Akhirnya pertemuan itu ditunda untuk memilih presiden dan wakil presiden pertama Indonesia dan diumumkan kepada para jurnalis yang ada. Itu adalah fase media relations yang penting. Ketika perang kemerdekaan, Soedarpo Sastorsatomo adalah seseorang yang mengelola media relations sebagai Menteri Penerangan. Ia mengelola media relations di dalam negeri hingga mendukung dipomasi di PBB, termasuk untuk mengemas citra Indonesia di luar negeri. RRI juga disebut sebagai bagian dari aktivitas PR ketika mengeluarkan program siaran luar negeri, yang kini pemancarnya ada di kawasan Cimanggis, Depok,Jawa Barat. Ada pula upaya untuk membantu India dalam mengatasi kelaparan dalam Program Rice for India, sekalipun Indonesia belum memiliki surplus beras.
2) Periode 2 ( 1950-an)
Di tahun 1950-an, setelah kedaulatan Indonesia diakui oleh Kerajaan Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, Indonesia baru mengenal konsep Public relation (PR). Di tahun-tahun ini, Indonesia baru memindahkan pusat ibu kota dari Yogyakarta ke Jakarta dan adanya pembenahan di bidang eksekutif, legislative dan yudikatif. Pemerintah menganggap penting akan adanya badan atau lembaga yang menjadi pedoman dalam mengetahui“ Who we are, and what should we do,first? “. Oleh sebab itu, dibentuklah Departemen Penerangan. Namun pada kenyataannya, departemen tersebut hanya menangani hal-hal tertetu seperti kegiatan politik dan kebijaksanaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, jadi tidak menyeluruh. Beberapa tokoh yang muncul yaitu, S. Maimoen, R Imam Sajono dan Soedarso yang di tahun 1950-an mulai dikenal sebagai PR Officer. Latar belakang mereka dari kalangan jurnalistik.
Tahun 1954, Garuda Indonesian Airways mulai mengembangkan unit PR. Di tahun 1955, Mabes Polri menjadi institusi pemerintah pertama yang memiliki unit PR. Kemudian diikuti oleh RRI. Sekalipun demikian, beberapa angkatan bersenjata juga memiliki unit informasi yang dibawa kontrol presiden waktu itu. Di tahun 60-an, istilah ”purel”(PR) makin populer digunakan.
Di tahun 1962, karena adanya alasan mengenai perkembangan fungsi departemen sebelumnya yang tidak menyeluruh, Presidium Kabinet PM Juanda, menginstruksikan agar setiap instansi pemerintah harus membentuk bagian atau divisi Humas (PR).
PR berkembang dan banyak disebut dengan nama Humas yang merupakan arti dari kata Public Relation. Jadi banyak ditemui sebutan “ Direktorat Hubungan Masyarakat” ,“Biro Hubungan Masyarakat” atau “ Bagian Hubungan Masyarakat “.
Kemudian yang terjadi di Indonesia adalah lupa akan aspek secara hakiki dari PR itu sendiri. Seperti, Pertama, Sasaran PR adalah public intern (internal publik ) dan public ekstern (Eksternal Publik). Internal Publik adalah orang-orang yang berbeda atau tercakup organisasi, seluruh pegawai mulai dari staff hingga jendral manager. Eksternal Publik ialah orang-orang yang berada di luar organisasi yang ada hubungannya dan yang diharapkan ada hubungannya. Seperti Kantor Penyiaran, PR harus menjalin hubungan dengan pemerintah, asosiasi penyiaran Indonesia, sebagai organisasi yang berhubungan, selain itu dengan berbagai macam perusahaan, biro iklan, LSM, dan masyarakat luas, sebagai calon pembuatan relasi kerja sama.
Kedua, kegiatan PR adalah komunikasi dua arah( reciprocal two ways traffic communications ). Artinya, dalam penyampaian informasi PR diharapkan untuk menghasilkan umpan balik, sehingga nantinya dapat menjadi bahan evaluasi perusahaan agar lebih baik.
Ternyata, orientasi PR Indonesia belum seutuhnya dapat dikatakan sebagai “ PR Sejati “. Sebab berbeda dengan konsep yang diterapkan oleh bapak PR, Ivy L.Lee, yakni mempunyai kedudukan dalam posisi pemimpin dan diberi kebebasan untuk berprakarsa dalam meyiapkan informasi secara bebas serta terbuka.
Maka tidak heran, di periode pertama tersebut, PR di Indonesia secara struktural belum banyak yang ditempatkan dalam top management. Ironis memang, dalam kenyataannya pemimpin perusahaan sering meminta kepala humas untuk mendampingi ketika menghadapi publik eksternal. Selain itu kegiatan masih banyak bersifat penerangan satu arah ke publik eksternal semata-mata.
Di tahun 1964, Universitas Padjajaran menjadi universitas pertama yang membuka Fakultas Public Relations. Ibu Oemi Abdulrachman yang menjadi dekannya. Setelah itu, banyak berkembang pendidikan PR dalam bentuk program studi hingga pendidikan di tingkat diploma. Namun, perkembangan PR di Indonesia semakin maju, sehingga kini dapat dikatakan sebagai “PR Sejati”. Hal ini, dikarenakan perkembangan teknologi yang sangat pesat, sehingga membawa perubahan zaman.
3) Periode 3 (1967-1971)
Di masa ini, terbentuklah Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas). Tata kerja badan ini antara lain ikut serta dalam berbagai kegiatan pemerintah dan pembangunan, khususnya di bidang penerangan dan kehumasan, serta melakukan pembinaan dan pengembangan profesi kehumasan. Sejak tahun 1970, sekitar 20 tahun national Development Information Office mendukung pengelolalaan PR pemerintah RI untuk dunia internasional.
4) Periode 4 (1972 dan 1987)
munculnya PR kalangan profesional pada lembaga swasta umum, yakni didirikannya Perhumas ( Public Relations Associations of Indonesia ) pada tanggal 15 Desember 1972. Konvensi Humas di Bandung tahun 1993, telah menetapkan Kode Etik Kehumasan Indonesia ( KEKI ). Ketika itu, beberapa PRO perusahaan minyak dan konsultan serta akademisi termasuk Menteri Dalam Negeri menjadi anggota pendiri.Perhumas tercatat sebagai anggota International Public Relations Associations (IPRA) dan Forum Asean Public Relations Organizations ( FAPRO ). Adalah PT Inscore Zecha yang dipimpin M. Alwi Dahlan tercatat sebagai konsultan PR pertama yang berdiri di Indonesia tahun 1972. Kebanyakan mereka mengelola kepentingan publisitas dalam bentuk iklan.
Di tahun 1974 posisi unit PR dalam organisasi pemerintah sudah mulai dipegang pejabat eselon III. Beberapa tahun kemudian meningkat menjadi eselon II. Karena itulah di tahun 1974 ada Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) yang diketuai Direktur Humas Pembangunan Menteri Penerangan ( menurut Sejarah Departemen Penerangan).
Dalam pertemuan di Kuala Lumpur, 26 Oktober 1977, Perhumas bersama asosiasi humas di negara-negara ASEAN bergabung dalam Federasi Organisasi PR ASEAN dan menggelar Kongres PR Asean pertama di tahun 1978 di Manila.
Pada tanggal 10 April 1987 di Jakarta dibentuk suatu wadah profesi PR lainnya yang disebut Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia ( APPRI ), yang bergerak dalam konsultan jasa kehumasan.
5) Periode 5 (1995 – sekarang)
tahun 1995 hingga sekarang, perkembangan PR sangat pesat. Ternyata perkembangan PR tumbuh dikalangan swasta bidang professional khusus (spesialisasi) Humas bidang idustri pelayanan jasa. Ditandai terbentuknya Himpunan Humas Hotel Berbintang (H-3) pada tanggal 27 November 1995. Berdirinya Forum Humas Perbankan (Forkamas) pada tanggal 13 September 1996.
Sehingga kini, dapat sinkron dengan rumusan Fungsi PR dari Departemen Penerangan R.I, yaitu :
•Melaksanakan Hubungan ke dalam, yaitu pemberian pengertian tentang segala hal mengenai Departemen Penerangan terhadap “Internal Public” yaitu para karyawan.
•Melakukan hubungan ke luar, yaitu pemberian informasi tentang segala hal mengenai Departemen Penerangan terhadap “External Public” yaitu masyarakat pada umumnya.
•Melakukan pembinaan serta bimbingan untuk mengembangkan Kehumasan sebagai medium penerangan.
•Meyelenggarakan Koordinasi Integrasi dan Sinkronisasi serta kerjasama kegiatan Hubungan Masyarakat untuk penyempurnaan pelayanan penerangan terhadap umum.
Adapun perkembangan PR secara menyeluruh yaitu :
oPerubahan mental, kualitas, pola pikir, pola pandang, sikap dan pola perilaku secara nasioal/internasional
o Membangun kerjasama secara lokal, nasional, internasional
oSaling belajar di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, Iptek, sesuai dengan kebutuhan era global/informasi .
Subscribe to:
Posts (Atom)