Wednesday, March 11, 2009

Sejarah PR di Indonesia

1) Periode 1 (Pra-kemerdekaan)

Dalam pandangan Noeradi (2005: 35), sejarah PR di Indonesia mulai dikenalkan oleh para pendiri republik ini. Ketika merumuskan konstitusi, ada banyak jurnalis atau wartawan yang menunggu kelanjutan peritiwa setelah proklamasi kemerdekaan sehari sebelumnya. Akhirnya pertemuan itu ditunda untuk memilih presiden dan wakil presiden pertama Indonesia dan diumumkan kepada para jurnalis yang ada. Itu adalah fase media relations yang penting. Ketika perang kemerdekaan, Soedarpo Sastorsatomo adalah seseorang yang mengelola media relations sebagai Menteri Penerangan. Ia mengelola media relations di dalam negeri hingga mendukung dipomasi di PBB, termasuk untuk mengemas citra Indonesia di luar negeri. RRI juga disebut sebagai bagian dari aktivitas PR ketika mengeluarkan program siaran luar negeri, yang kini pemancarnya ada di kawasan Cimanggis, Depok,Jawa Barat. Ada pula upaya untuk membantu India dalam mengatasi kelaparan dalam Program Rice for India, sekalipun Indonesia belum memiliki surplus beras.

2) Periode 2 ( 1950-an)

Di tahun 1950-an, setelah kedaulatan Indonesia diakui oleh Kerajaan Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, Indonesia baru mengenal konsep Public relation (PR). Di tahun-tahun ini, Indonesia baru memindahkan pusat ibu kota dari Yogyakarta ke Jakarta dan adanya pembenahan di bidang eksekutif, legislative dan yudikatif. Pemerintah menganggap penting akan adanya badan atau lembaga yang menjadi pedoman dalam mengetahui“ Who we are, and what should we do,first? “. Oleh sebab itu, dibentuklah Departemen Penerangan. Namun pada kenyataannya, departemen tersebut hanya menangani hal-hal tertetu seperti kegiatan politik dan kebijaksanaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, jadi tidak menyeluruh. Beberapa tokoh yang muncul yaitu, S. Maimoen, R Imam Sajono dan Soedarso yang di tahun 1950-an mulai dikenal sebagai PR Officer. Latar belakang mereka dari kalangan jurnalistik.
Tahun 1954, Garuda Indonesian Airways mulai mengembangkan unit PR. Di tahun 1955, Mabes Polri menjadi institusi pemerintah pertama yang memiliki unit PR. Kemudian diikuti oleh RRI. Sekalipun demikian, beberapa angkatan bersenjata juga memiliki unit informasi yang dibawa kontrol presiden waktu itu. Di tahun 60-an, istilah ”purel”(PR) makin populer digunakan.
Di tahun 1962, karena adanya alasan mengenai perkembangan fungsi departemen sebelumnya yang tidak menyeluruh, Presidium Kabinet PM Juanda, menginstruksikan agar setiap instansi pemerintah harus membentuk bagian atau divisi Humas (PR).
PR berkembang dan banyak disebut dengan nama Humas yang merupakan arti dari kata Public Relation. Jadi banyak ditemui sebutan “ Direktorat Hubungan Masyarakat” ,“Biro Hubungan Masyarakat” atau “ Bagian Hubungan Masyarakat “.
Kemudian yang terjadi di Indonesia adalah lupa akan aspek secara hakiki dari PR itu sendiri. Seperti, Pertama, Sasaran PR adalah public intern (internal publik ) dan public ekstern (Eksternal Publik). Internal Publik adalah orang-orang yang berbeda atau tercakup organisasi, seluruh pegawai mulai dari staff hingga jendral manager. Eksternal Publik ialah orang-orang yang berada di luar organisasi yang ada hubungannya dan yang diharapkan ada hubungannya. Seperti Kantor Penyiaran, PR harus menjalin hubungan dengan pemerintah, asosiasi penyiaran Indonesia, sebagai organisasi yang berhubungan, selain itu dengan berbagai macam perusahaan, biro iklan, LSM, dan masyarakat luas, sebagai calon pembuatan relasi kerja sama.
Kedua, kegiatan PR adalah komunikasi dua arah( reciprocal two ways traffic communications ). Artinya, dalam penyampaian informasi PR diharapkan untuk menghasilkan umpan balik, sehingga nantinya dapat menjadi bahan evaluasi perusahaan agar lebih baik.
Ternyata, orientasi PR Indonesia belum seutuhnya dapat dikatakan sebagai “ PR Sejati “. Sebab berbeda dengan konsep yang diterapkan oleh bapak PR, Ivy L.Lee, yakni mempunyai kedudukan dalam posisi pemimpin dan diberi kebebasan untuk berprakarsa dalam meyiapkan informasi secara bebas serta terbuka.
Maka tidak heran, di periode pertama tersebut, PR di Indonesia secara struktural belum banyak yang ditempatkan dalam top management. Ironis memang, dalam kenyataannya pemimpin perusahaan sering meminta kepala humas untuk mendampingi ketika menghadapi publik eksternal. Selain itu kegiatan masih banyak bersifat penerangan satu arah ke publik eksternal semata-mata.
Di tahun 1964, Universitas Padjajaran menjadi universitas pertama yang membuka Fakultas Public Relations. Ibu Oemi Abdulrachman yang menjadi dekannya. Setelah itu, banyak berkembang pendidikan PR dalam bentuk program studi hingga pendidikan di tingkat diploma. Namun, perkembangan PR di Indonesia semakin maju, sehingga kini dapat dikatakan sebagai “PR Sejati”. Hal ini, dikarenakan perkembangan teknologi yang sangat pesat, sehingga membawa perubahan zaman.

3) Periode 3 (1967-1971)

Di masa ini, terbentuklah Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas). Tata kerja badan ini antara lain ikut serta dalam berbagai kegiatan pemerintah dan pembangunan, khususnya di bidang penerangan dan kehumasan, serta melakukan pembinaan dan pengembangan profesi kehumasan. Sejak tahun 1970, sekitar 20 tahun national Development Information Office mendukung pengelolalaan PR pemerintah RI untuk dunia internasional.

4) Periode 4 (1972 dan 1987)

munculnya PR kalangan profesional pada lembaga swasta umum, yakni didirikannya Perhumas ( Public Relations Associations of Indonesia ) pada tanggal 15 Desember 1972. Konvensi Humas di Bandung tahun 1993, telah menetapkan Kode Etik Kehumasan Indonesia ( KEKI ). Ketika itu, beberapa PRO perusahaan minyak dan konsultan serta akademisi termasuk Menteri Dalam Negeri menjadi anggota pendiri.Perhumas tercatat sebagai anggota International Public Relations Associations (IPRA) dan Forum Asean Public Relations Organizations ( FAPRO ). Adalah PT Inscore Zecha yang dipimpin M. Alwi Dahlan tercatat sebagai konsultan PR pertama yang berdiri di Indonesia tahun 1972. Kebanyakan mereka mengelola kepentingan publisitas dalam bentuk iklan.
Di tahun 1974 posisi unit PR dalam organisasi pemerintah sudah mulai dipegang pejabat eselon III. Beberapa tahun kemudian meningkat menjadi eselon II. Karena itulah di tahun 1974 ada Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) yang diketuai Direktur Humas Pembangunan Menteri Penerangan ( menurut Sejarah Departemen Penerangan).
Dalam pertemuan di Kuala Lumpur, 26 Oktober 1977, Perhumas bersama asosiasi humas di negara-negara ASEAN bergabung dalam Federasi Organisasi PR ASEAN dan menggelar Kongres PR Asean pertama di tahun 1978 di Manila.
Pada tanggal 10 April 1987 di Jakarta dibentuk suatu wadah profesi PR lainnya yang disebut Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia ( APPRI ), yang bergerak dalam konsultan jasa kehumasan.

5) Periode 5 (1995 – sekarang)

tahun 1995 hingga sekarang, perkembangan PR sangat pesat. Ternyata perkembangan PR tumbuh dikalangan swasta bidang professional khusus (spesialisasi) Humas bidang idustri pelayanan jasa. Ditandai terbentuknya Himpunan Humas Hotel Berbintang (H-3) pada tanggal 27 November 1995. Berdirinya Forum Humas Perbankan (Forkamas) pada tanggal 13 September 1996.
Sehingga kini, dapat sinkron dengan rumusan Fungsi PR dari Departemen Penerangan R.I, yaitu :
•Melaksanakan Hubungan ke dalam, yaitu pemberian pengertian tentang segala hal mengenai Departemen Penerangan terhadap “Internal Public” yaitu para karyawan.
•Melakukan hubungan ke luar, yaitu pemberian informasi tentang segala hal mengenai Departemen Penerangan terhadap “External Public” yaitu masyarakat pada umumnya.
•Melakukan pembinaan serta bimbingan untuk mengembangkan Kehumasan sebagai medium penerangan.
•Meyelenggarakan Koordinasi Integrasi dan Sinkronisasi serta kerjasama kegiatan Hubungan Masyarakat untuk penyempurnaan pelayanan penerangan terhadap umum.

Adapun perkembangan PR secara menyeluruh yaitu :
oPerubahan mental, kualitas, pola pikir, pola pandang, sikap dan pola perilaku secara nasioal/internasional
o Membangun kerjasama secara lokal, nasional, internasional
oSaling belajar di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, Iptek, sesuai dengan kebutuhan era global/informasi .

No comments: